Pasang Surut Rajut Tangan Di Dunia

Pasang Surut Rajut Tangan Di Dunia – Aktifitas merajut menjadi sangat populer akhri-akhir ini. Kalau dulu kita mengenal aktifitas merajut hanya dilakukan oleh wanita-wanita yang telah lanjut usia utuk mengisi waktu luang di masa tuanya, sekarang pandangan seperti itu sudah tidak berlaku lagi. Mengapa demikian? Karena aktifitas mengolah benang menjadi kain dengan tangan dan jarum ini banyak dilakukan oleh para kawula muda, terutama wanita. Tidak cuma dijadikan sekedar hobi, merajut memiliki nilai estetika tersendiri. Hal itu juga dapat dilihat dari munculnya komunitas-komunitas perajut yang tersebar di berbagai daerah di indonesia. Dari sisi ekonomi pun, produk-produk hasil rajutan tangan sedang sangat digemari dan memiliki harga yang cukup tinggi tergantung pada bahan yang digunakan, ukuran, dan kerumitan membuatnya. Produk dari teknik ini tergolong ke dalam “hand made” alias dibuat dengan tangan sendiri dan biasanya tidak diproduksi secara massal. Hal tersebut menjadikan hasil-hasil rajutan memiliki keunikan tersendiri dari kain yang lain.

Sebelum menjadi tren seperti saat ini, aktifitas merajut pernah mengalami pasang surut yang panjang. Namun, hingga sekarang sejarah teknik rajut ini belum dapat ditemukan dari mana awal munculnya. Sementara ini dugaan paling kuat mengenai asal usul dari teknik rajut adalah dari Timur Tengah. Bangsa-bangsa Timur Tengah ditengarai telah menemukan teknik ini sejak sekitar tahun 1500 sebelum masehi. Pendapat tersebut didukung dengan penemuan fragmen artefak kain yang sangat mirip dengan hasil rajutan di daerah mesir. Setelah diteliti, artefak tersebut berusia sekitar 1500 sampai 1000 tahun sebelum masehi. Bukti lain yang mendukung pendapat bahwa teknik rajut ditemukan oleh bangsa-bangsa di Timur Tengah adalah kain yang umum digunakan untuk merajut adalah kain sutra dan kain katun, dimana kain-kain tersebut banyak diproduksi oleh bangsa-bangsa Timur Tengah dan daerah asia lainnya. Kemudian dari Timur Tengah berkembang ke seluruh dunia.

Teknik merajut juga pernah mengalami masa kejayaannya di benua Eropa sebelum terjadinya revolusi industri pertama untuk pertama kalinya. Namun berbeda dengan saat ini, para perajut di Eropa pada waktu itu didominasi oleh kaum laki-laki. Mereka juga diberi gelar “master” dan harus menyelesaikan semacam pendidikan tertentu untuk mendapatkan gelar itu. Kain rajutan yang dihasilkan oleh mereka pada waktu itu adalah salah satu yang dianggap sebagai barang mewah dengan nilai estetika yang tinggi. Maka tah heran yang bisa memakainya hanya orang-orang kerajaan saja dan beberapa orang yang sangat kaya. Hal tersebut juga menyebabkan orang yang berprofesi sebagai perajut pada waktu itu adalah orang yang terhormat. Kemudian tren ini hilang setelah revolusi industri menghadirkan mesin-mesin yang dapat menggantikan pekerjaan mereka dan memiliki tingkat produktifitas yang jauh lebih tinggi.

Setelah sekian lama redup, tren merajut kembali muncul pada dewasa ini. Produk-produk hasil rajutan sekarang sudah bisa kita dilihat dimana-mana, di toko-toko pakaian konvensional maupun di platform toko yang dikelola secara online. Produk-produk rajutan tersebut dapat berupa pakaian, sweater, tas gendong maupun tas jinjing, dompet, kaus kaki, dan berbagai macam lagi. Setiap produk memiliki keunikan tersendiri dari segi pola rajutannya dan teknik yang digunakan dalam merajut. Sebuah produk rajutan tangan dapat memiliki harga yang cukup fantastis hingga berjuta-juta rupiah jika memiliki tingkat kerumitan tertentu dalam pembuatannya. Selain itu bahan yang digunakan juga sangat berpengaruh terhadap hasil rajutan dan harganya jika ingin dijual.